Posts

Showing posts from January, 2020

Kalimantan

Ahmad (9) Ahmad sudah tidak kuat dengan kelakuan Dorkas. Sampai dengan saat ini, belum juga ada jawaban. Itu berarti ia kukuh dengan judul tulisan tugas akhirnya, "faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat BT tidak menjalankan ritus mengusir belalang." Tentu ini penghinaan, pikir Ahmad. Sesungguhnya saya tidak rela kalau semua pengorbanan selama ini berakhir seperti ini. Sebenarnya apa yang kurang nak? Bapak sudah melakukan yang terbaik untukmu. Termasuk bapak harus menjual murah lahan sawah, untuk membiayai uang semester.  Ahmad terus memikirkan hal tersebut setiap hari. Hatinya selalu bergejolak kalau soal ini melintas di dalam pikirannya.  Akhirnya Ahmad sampai pada keputusan. Merantau. Tapi kemana? Bagaimana caranya? Ahmad juga tidak tahu. Tapi, ini keputusan, saya mesti melakukannya.  Kalimantan adalah pilihan terkuat. Banyak orang membicarakannya. Banyak juga kisah sukses perantau dilukiskan disana. Dengar-dengar banyak orang migrasi un

Tugas Akhir

Serial Ahmad (7) Ada banyak kisah sedih tercipta ketika berurusan dengan tugas akhir. Juga, ada banyak korban. Mulai dari gagal kuliah. Gagal menikah. Sampai ada upaya intimidasi.  Namun kisah ini tidak pernah berakhir, tamat. Selalu terjadi setiap tahun. Korbannya sudah pasti mahasiswa semester akhir.  Kelompok yang mau tidak mau harus mengambil pilihan ini. Bahkan wajib kalau mau mendapatkan ijazah.  Dorkas juga sedang berada disini sekarang. Semester akhir ilmu sosial. Sebenarnya tidak sulit. Dorkas sudah memulai. Dosen pendamping juga sudah sepakat. Paling tidak dibuktikan dengan persetujuan mengikuti ujian proposal.  Masalahnya justru terjadi dengan Ahmad, Ayahnya. Ia tidak sepakat anaknya, menulis tugas akhir yang tidak menarik.  Setidaknya dalam ukurannya sebagai petani yang rajin berdiskusi dan menonton berita. Judul yang diangkat Dorkas adalah "Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat BT tidak melakukan ritus mengusir hama belalang."

KARTU NAMA

Serial Ahmad (6) "Apa engkau tahu ini Ahmad?" tanya Elvis sambil menunjuk kartu namanya.  "Tidak El," Jawab Ahmad.  "Ah masa barang ini saja tidak tahu?" "Ia biasalah petani. Biasa saja. Yang tidak biasa kalau ditanya pacul dan saya tidak tahu." "Ini Kartu nama, Mad. Pernah mendengar sebelumnya? Semua hal tentang saya akan tertera disini. Yang paling penting orang akan tahu bahwa saya seorang sarjana hukum. Bicara tentang hukum saya jagonya. Teori dan praktek."  "Termasuk menghukum dirimu sendiri untuk nganggur?" Apa gunanya engkau kuliah, pakai buat kartu nama lagi!" Sela Ahmad "Jangan sembarang bicara ya! Ada dua hal berbeda yang kau sebutkan Mad."  "Ah dasar sarjana Hukum, banyak cincau. Ngomong doang."  "Kartu nama adalah identitas. Menganggur adalah pilihan." Sela Elvis dengan nada yang semakin tinggi.  "Mad, zaman sekarang kartu nama it

Bunglon

BT akhir-akhir ini heboh. Ada berita baru, bunglon. Kadal yang hanya dikenal masyarakat dalam pelajaran biologi di sekolah. Yang bisa berubah warna sesuai dengan tempat ia berpijak.  Hari ini mereka mau menyaksikan kebenarannya. Ini semua berkat Ahmad. Secara tidak sengaja Ahmad menemukannya dikebun.  Masyarakat berbondong-bondong kerumah Ahmad. Rumahnya banjir pengunjung. Mereka kelihatan bahagia berada disitu.  Masyarakat terpesona dengan bunglon. Saking terpesonanya, tidak mempedulikan sedang berada dirumah yang hanya berlantaikan tanah dan berdinding pelupu. Rumah yang penuh dengan penderitaan.  Juga tidak pusing dengan jamuan sederhana, kopi pahit. Kopi tanpa gula. Hidangan ini memang tidak biasa. Walau mereka adalah "peminum kopi bukan penikmat kopi" mereka tidak pernah mau minum kopi tanpa gula.  Kopi ya....harus manis. Wajib dengan gula.  Semua karena bunglon. Daya tariknya menghipnotis masyarakat BT. Untuk sementara mereka melupakan semua ha

Keputusan

Perkara uang adalah urusan nurani. Banyak orang diuji nuraninya disini.  Benar kata Rhoma Irama, "rupiah adalah raja dunia." Dengan rupiah, apa saja bisa dilakukan dikolong langit.  Banyak orang yang mengorbankan nurani karena uang. Kali ini, Ahmad terpaksa melakukan. Ahmad berani melawan nuraninya. Itupun demi perkara kecil. Menjadi kelompok miskin yang menerima bantuan.  Keputusan ini sesegera mungkin ia ambil karena desakan bapak RT. Lebih dari itu, desakan kekurangan/kemiskinan. Memang Ahmad satu-satunya yang masih mempertimbangkan menjadi penerima bantuan. Yang lain malah sudah bilang ya.....sedari awal.  Mengambil jeda waktu adalah pilihan tepat. Memperhitungkan semua akibat sedini mungkin. Termasuk mengkhianati nurani.  Toh saya bukan satu-satunya pengkhianat.  Kabar tersebut ia dengar dari Dorkas. Anak semata wayang yang sedang kuliah. "Banyak orang-orang besar juga mengkhianati nurani. Mereka yang pada awal menjanjikan hal-hal baik.

TAHUN BARU di BT

"Berhubung tahun baru maka kita mesti merencanakan apa yang akan dilakukan 2020" demikian Ahmad membuka diskusi bersama keluarga. 2019 menjadi pembelajaran bersama untuk menata 2020.  Banyak hal harus diperbaiki 2020. Orang-orang di kota menyebutnya resolusi. Semacam rencana tahunan. 😀 Walau perayaan tahun baru di BT biasa saja tetapi harus ada hal berbeda yang dilakukan keluarga.  "Dirumah pelupuh ini kita mesti memutuskan apa saja yang harus kita lakukan 2020."  Ahmad melanjutkan "Sebagai kepala keluarga saya menginginkan keluarga ini menjadi driver/sopir bukan passenger/penumpang." Kali ini, dengan kenekatan Ahmad mengutip Rhenald Kasali dalam buku Self Driving.😀😀 "Menjadi sopir merupakan sebuah sikap untuk memimpin diri/drive yourself kearah yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Yang harus keluarga ini hindari adalah mental sebagai penumpang. Selalu menunggu perintah. Minim inisiatif. Tidak peka." Lanjut Ahmad sembar