KARTU NAMA

Serial Ahmad (6)



"Apa engkau tahu ini Ahmad?" tanya Elvis sambil menunjuk kartu namanya. 

"Tidak El," Jawab Ahmad. 

"Ah masa barang ini saja tidak tahu?"

"Ia biasalah petani. Biasa saja. Yang tidak biasa kalau ditanya pacul dan saya tidak tahu."

"Ini Kartu nama, Mad. Pernah mendengar sebelumnya? Semua hal tentang saya akan tertera disini. Yang paling penting orang akan tahu bahwa saya seorang sarjana hukum. Bicara tentang hukum saya jagonya. Teori dan praktek." 

"Termasuk menghukum dirimu sendiri untuk nganggur?" Apa gunanya engkau kuliah, pakai buat kartu nama lagi!" Sela Ahmad

"Jangan sembarang bicara ya! Ada dua hal berbeda yang kau sebutkan Mad." 

"Ah dasar sarjana Hukum, banyak cincau. Ngomong doang." 

"Kartu nama adalah identitas. Menganggur adalah pilihan." Sela Elvis dengan nada yang semakin tinggi. 

"Mad, zaman sekarang kartu nama itu penting. Supaya orang bisa tahu. Kenal siapa Ahmad, siapa Dorkas, anakmu itu yang sedikit lagi menjadi sarjana. Mungkin juga calon pengangguran. Kartu nama membuat orang tahu pendidikan dan status sosial." Paham kau Mad! Hati-hati kalau bicara dengan sarjana. Apalagi sarjana hukum. 

Ahmad menyadari titik puncak dari perdebatan mereka di warung kopi. Ia putuskan untuk tidak merespon lagi. 

Lebih baik menghabiskan kopi yang ada depannya dari pada berbicara dengan rekannya Elvis. Dalam setiap tegukan kopi ia merenung. Heran juga ya, zaman sekarang orang mau dikenal dengan kartu nama bukan karena karya. 

Apa zaman sudah berubah? Atau saya yang yang ketinggalan? Tidak apa-apa. Bagi saya petani, karya jauh lebih penting dari  kartu nama (identitas pendidikan atau status sosial).

Jangan-jangan Elvis berbicara demikian karena dia tahu saya lemah. Petani kampungan bisa apa? Tidak punya kartu nama. Bukan lawan debat yang seimbang. 

Krispianus Longan

Comments

Popular posts from this blog

SDK Rupingmok

SDN Munting

SABANA OLAKILE