SDK Terong Kedong

Sudah dua tahun, data anggota rumah tangga, Keluarga Penerimaan Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) yang berusia 7-8 tahun selalu diberi keterangan "belum sekolah". Selama itu juga sistem "e-pkh" selalu membaca data tersebut sebagai "anomali", data yang bermasalah. 

Data anomali tersebut merupakan bagian dari kisah dunia pendidikan yang saya temui. Kisah SDK Terong Kedong, Dusun Mbazang, Desa Benteng Tawa 1, Kecamatan Riung Barat. 

Selama dua tahun terakhir, fasilitas pendidikan tersebut tidak memiliki rombongan belajar. Jumlah siswa yang mendaftar di SDK Terong Kedong tidak pernah mencapai angka 10. Padahal 10 orang merupakan standar minimal sebuah rombongan belajar, bahkan itu sudah penyesuaian dari pasal 24 Permendikbud Nomor 17 tahun 2017 dengan konteks NTT. 

Inilah alasan, mengapa selama dua tahun terakhir, beberapa anggota rumah tangga KPM PKH Mbazang yang berusia sekolah, belum terdaftar di fasdik e-PKH.
Secara keseluruhan, SDK Terong kedong tidak memiliki tiga rombongan belajar yaitu: kelas 1, 2 dan 5. Rombongan belajar hanya ada di kelas: 3, 4 dan 6; dengan total peserta didik berjumlah 42 orang. Tiga rombongan belajar ini diasuh oleh 4 orang guru. 

***

Pada masa lalu, SDK Terong Kedong merupakan lembaga pembaharu masyarakat Benteng Tawa. Kontribusinya sangat besar.

SDK Terong Kedong memainkan andil yang penting dalam memperkenalkan, juga menanamkan kemampuan literasi dasar masyarakat. Masyarakat diajarkan untuk bisa: baca, tulis dan hitung (CALISTUNG).

Masyarakat diajarkan untuk menjadi pemimpin dan pengerak. Tidak heran, banyak pemimpin lokal (kepala desa, ASN) yang merupakan jebolan dari lembaga pendidikan ini. 

Di bidang rohani juga demikian. Ini kenangan kejayaan SDK Terong Kedong pada masa lampau.

***

SDK Terong Kedong sebagai lembaga pendidikan tertua di Benteng Tawa, kini berada diujung tanduk. Sekolah kebanggaan masyarakat pada masa lampau mungkin tidak akan bertahan lama lagi, andai jumlah murid terus menerus tidak memenuhi rombongan belajar. 

Bagi saya, solusi dari persoalan ini adalah mendorong peran komite yang lebih aktif. Saya kira, sudah terlalu lama komite membiarkan lembaga pendidikan: guru dan siswa berjalan sendiri. 

Komite hanya sebatas pelengkap struktur saja. Sudah saatnya komite sekolah memainkan peran mitra yang proaktif. Tdak hanya diajak untuk berbicara masalah, tetapi komite juga diajak untuk menemukan jalan keluar dari persoalan ini. 

Salah satu jalan keluarnya: memotivasi "bujang lapuk" lekas nikah, agar menciptakan generasi penerus yang bisa sekolah 6 tahun lagi. Atau mendorong pasangan usia subur untuk menambah jumlah anak. Ini untuk kebaikan sekolah. 

Saya kira komite sekolah pasti ada solusi yang lebih hebat dari yang saya sampaikan tadi. Kita tunggu saja gebrakannya. 

Salam Pendidikan 
Krispianus Longan
#kemendikbud
#sdswasta
#PKH
#rimba

Comments

Popular posts from this blog

SDK Rupingmok

SDN Munting

SABANA OLAKILE