Bermula di Sawah

Serial Ahmad (10)


BT akhir-akhir ini kembali ramai. Bukan karena berkat hari panen, tetapi masalah bantuan. Semua orang ramai mengomentari hal tersebut. Ibarat komentator sepak bola, mereka selalu lebih jago dari pemain untuk mengalisa dan membaca peluang. Padahal pemain sudah berjuang sekuat tenaga di lapangan bola. Lagian, informasi yang dikomentari belum tentu akurat. 

Kemampuan komentar ini nyata dalam masyarakat BT. Mereka memanfaatkan waktu panen dan sawah Ahmad sebagai tempatnya, waktu dan tempat untuk beraksi. 

"Syukur ew, ada Corona, kita bisa dapat bantuan 600.000/bulan," kata Ahmad kepada Anton. 

"Ia, syukur yang macam kamu punya keluarga itu," potong Anton ketus. "Kalian enak, sudah dapat bantuan Program Keluarga Harapan, dapat lagi beras dari pemerintah, sekarang kamu punya nama muncul lagi untuk dapat bantuan Corona," sambung Anton.

"Siapa yang mau dapat Corona, Anton? Kau tidak lihatkah saya ada pakai masker untuk jaga kesehatan, supaya tidak kena Virus Corona?," sela Ahmad.

"Bukan itu, yang saya maksudkan, tapi bantuan untuk masyarakat yang terdampak Corona!"

"Ohh, Bantuan Sosial Tunai (BST)?"

"Ia, itu sudah, kamu enak dapat dobel-dobel. Macam yang miskin hanya kamu saja, kami yang lain tidak miskin! Pemerintah ini tidak Adil! Orang yang sama saja dapat bantuan."

"Anton, supaya kau tahu, saya juga tidak tau kenapa saya punya nama bisa muncul sebagai penerima bantuan!"

"Itu pasti pemerintah yang mendata salah. Mereka pilih kasih! Giliran mau pemilu minta didata semua termasuk kami yang tidak dapat bantuan. Hanya karena mereka lagi butuh suara. Giliran sekarang, kami tidak pernah diperhatikan."

"Itu sudah, mau bagaimana lagi? Daripada kita ribut, lebih baik kita ke kantor Desa saja untuk tanya masalah ini. Kita ribut disini tidak bisa menyelesaikan masalah."

 ***

Besoknya, Anton dan Ahmad sudah berada di Kantor Desa pukul 7.30 WITA, padahal kantor baru buka pukul 8.15 WITA. Mereka sangat bersemangat untuk mengecek sumber data penerima bantuan. 

Kepala desa tiba persis jam kantor desa dibuka. Rupanya bapak desa sudah bisa membaca maksud kedatangan dua warganya. Mereka kemudian berdiskusi mengenai hal tersebut. 

Dari kepala desa mereka mengetahui bahwa: ada banyak data yang sudah tidak sesuai lagi, karena penduduk desa terus berubah.

"Contohnya: John. Tiga tahun lalu, ia masih menganggur dan tidak memiliki pekerjaan. Tahun ini ia dipilih menjadi Kepala dusun dan memiliki gaji. Secara aturan, John tidak layak mendapatkan bantuan. Tetapi, karena data dirinya belum diperbaharui, maka nama John masih muncul sebagai data keluarga penerima bantuan," jelas kepala desa kepada Anton dan Ahmad.

"Bapak desa," Sela Ahmad.

"Kenapa lagi, Mad?"

"Saya punya nama juga ada sebagai penerima Bantuan Sosial Tunai, bisa dicoret? Biar ganti nama Anton saja?"

"Oh ya, sekalian saya mau kasih informasi, jika ada keluarga yang sudah terima bantuan PKH dan Rastra, tidak berhak lagi untuk mengambil Bantuan Sosial Tunai (BST). Sedangkan untuk pergantian penerima bantuan BST, itu bukan kewenangan desa."

"Oh, baik sudah bapak desa. Terima kasih untuk informasinya. Kami pulang dulu, harus ke sawah lagi. Padi belum habis panen kemarin," 

"Baik sudah, tapi jangan lupa, lanjutkan bakat komentator kalian. Siapa tahu desa butuh komentar bola untuk pertandingan 17 Agustus Nanti."

Krispianus Longan
SDM PKH RIMBA

Comments

Popular posts from this blog

SDK Rupingmok

SDN Munting

SABANA OLAKILE