Belum Siap

Menarik menyimak Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2020. Pidato yang mengangkat tema "Belajar dari Covid-19".
Ada dua poin menarik untuk didiskusikan. Pertama, pandemi Covid-19 memaksa insan pendidik untuk belajar dengan cara baru, yaitu menggunakan tools/alat baru. Kedua, kolaborasi dalam pendidikan antara guru, siswa dan orangtua.
Mari kita bahas dua inti sari pidato Mendikbud dengan kondisi di lapangan, perihal menggunakan tools dan pendekatan baru dalam belajar. 

Saat pemerintah mengumumkan untuk melakukan social distancing, yang saya lihat hampir semua lembaga pendidikan memberikan respon dengan meliburkan siswa dari Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). 

Padahal maksud dari kebijan social distancing adalah KBM tetap berlangsung tetapi siswa melakukannya di rumah. Saya kira banyak sekolah yang keliru menyikapi himbauan social distancing.  Wajar saja, peserta didik meresponnya sebagai  "liburan".

Banyak juga peserta didik yang pulang ke kampung masing-masing tanpa tahu untuk belajar apa selama masa social distancing.

Fenomena ini juga terjadi di Perguruan Tinggi. Beberapa kampus meniadakan kuliah tatap muka, luring. Alhasil, tidak sedikit pula mahasiswa menyambut pengumuman social distancing, sebagai liburan. 

Respon seperti ini tidak bisa menjamin, terjadinya proses pembelajaran dengan motode baru, sebagaimana diharapkan oleh Pak Menteri. Apalagi menggunakan tools baru secara daring (online). Yang terakhir malah lebih parah lagi. Karena tidak semua tempat telah terjangkau jaringan internet. 

Tidak semua siswa seberuntung anak-anak dari keluarga mapan, yang umumnya memiliki fasilitas seperti: laptop, handphone untuk mengakses media pembelajaran, setidaknya channel YouTube, Ruang Guru. Pun, tidak semua tempat/daerah telah memiliki jaringan listrik termasuk TV untuk mengakses pembelajaran di channel TVRI. 

Berikutnya, soal kolaborasi antara Guru, Orangtua dan Siswa. Saat sekolah maupun perguruan tinggi mengumumkan untuk belajar dari rumah, kemungkinan komunikasi antara guru, siswa dan orangtua siswa terputus. Bisa saja karena faktor nomor kontak orangtua/siswa yang tidak terarsip oleh pihak sekolah/guru, atau terkendalanya sinyal (khusus daerah tertentu). 

Faktor-faktor tersebut berdampak pada tidak terkontrolnya proses pembelajaran di rumah. Faktor lain, orang tua juga belum atau tidak siap (memang tidak semua) dengan proses pembelajaran seperti ini. Apalagi selama ini, peran orangtua dalam pendidikan jarang dilibatkan. 

Saya mengamati hal ini nyata terjadi di Kecamatan Riung Barat. Terjadi hampir di ke-26 lembaga pendidikan di Riung Barat, mulai dari tingkatan Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas. 

Saya juga mengamati hal ini terjadi dikalangan mahasiswa yang berkuliah di beberapa perguruan tinggi di Flores. Mereka menjalankan kebijakan social distancing dari  kampung, yang boleh saya katakan sangat tidak menunjang untuk proses belajar dari rumah.  

***

Jika melihat pendidikan dimasa pandemi Covid-19 dari dua hal yang disampaikan Mendikbud, maka kesimpulannya "belum siap". Banyak pihak yang belum siap. Sarana prasarana penunjang, juga belum siap. SDM, juga belum siap. 

Tetapi pendidikan harus jalan terus. Sembari menunggu pembenahan dari pemerintah dan kesiapan berbagai sarana prasarana pendukung. 

Yang paling mungkin adalah pendidikan informal. Pembelajaran informal seperti bekerja di sawah, ladang, memasak aneka resep di dapur. 

Siswa belajar langsung dari kenyataan di dekat mereka untuk hidup yang lebih baik di masyarakat.

Krispianus Longan

Comments

Popular posts from this blog

SDK Rupingmok

SDN Munting

SABANA OLAKILE