SARJANA MESTI MENGABDI DI DESA


Padangan keliru yang selama ini diterima dalam kehidupan masyarakat adalah setelah menjadi sarjana harus mencari kerja di kota. Orang-orang berpendidikan jangan pulang ke desa apalagi harus mengabdi di desa.
Pandangan ini seolah-olah benar adanya sehingga terus dipelihara dalam masyarakat.
Entah sejak kapan pandangan seperti ini ada tidak ada seorangpun yang bisa menerangkan.
Kalau kita menelusuri alasan dibalik pandangan ini maka ada beberapa pertimbangan yang melatarbelakanginya yaitu: pada zaman dahulu semua pembangunan berpusat di kota. Pembangunan yang hanya terjadi dikota akan berakibat pada perputaran ekonomi, uang hanya terjadi di kota, di desa sangat terlambat. Kalau perputaran uang terlambat maka peluang untuk mendapatkan uang untuk masyarakat di desa termasuk lulusan sarjana sangat terbatas.
Kedua, desa diidentikan dengan kegiatan pertanian. Aktivitas pertanian itu sendiri dianggap sebagai sesuatu yang kotor. Pandangan ini yang membuat orang-orang desa berpandangan kerja pertanian tidak layak bagi lulusan sarjana.
Namun kondisi hari ini sudah berubah, kalau sarjana hanya mau tinggal dikota maka hanya akan menjadi sarjana yang tidak berguna.
Saat ini desa telah menjadi pusat dari pembangunan baru, ini sesuai dengan amanat dari UU no 6 tahun 2014 tentang Desa. Semua aktivitas juga berpusat di desa. Perputaran ekonomi, uang juga terjadi.
Dalam UU no 6, desa tidak identik lagi dengan kegiatan pertanian. Banyak hal bisa dioptimalkan di desa. Tergantung pada potensi desa tersebut. Apalagi desa ditunjang dengan pendanaan yang maksimal baik melalui dana desa maupun ADD.
Justru pada saat ini desa kekurangan orang-orang yang kompeten. Lulusan sarjana tidak perlu malu untuk pulang ke desa karena memang dibutuhkan.
UU Desa sesungguhnya ingin memangil pulang lulusan sarjana untuk mengabdi didesa. Melakukan yang terbaik untuk kesejahteraan masyarakat.

Comments

Popular posts from this blog

SDK Rupingmok

SDN Munting

SABANA OLAKILE