HARGA YANG ADIL UNTUK PETANI BERAS

Beras merupakan potensi unggulan di desa Benteng Tawa. Bagaimana tidak? Dari 25,15 km luas desa terdapat 500 hektar lahan sawah.
Dari 500 hektar tersebut, 110 hektar lahan sawah dikelolah dengan air irigasi dan 390 hektar merupakan sawah tadah air hujan.
Luas lokasi sawah ini kalau kita konversikan kejumlah gabah dengan rata-rata hasil perhektar sebesar 8 ton/hektar maka akan menghasilkan gabah sebesar 4000 ton. Jumlah ini kalau dijadikan beras maka akan menghasilkan 2000 ton.
Jumlah yang cukup besar dan semestinya membuat petani beras Benteng Tawa memiliki posisi tawar sehingga mendapatkan harga yang adil. Tapi fakta lapangan justru berkata lain.
Beras petani Benteng Tawa hanya dihargai Rp. 7 500/kg oleh pedagang pengumpul desa. Tidak pernah sekali terjadi beras dihargai Rp 10 000/kg. Sebaliknya kalau petani harus membeli lagi dari pedagang pengumpul desa maka harga akan dipatok menjadi Rp. 10 000. Mengapa bisa terjadi demikian? Bukakanlah ini merupakan sebuah ketidak adilan dalam penentuan harga beras!
Rupanya pemerintah desa sudah pernah bernegosiasi dengan pedagang pengumpul desa untuk mendapatkan harga yang adil. Jawaban yang diperoleh adalah dalil-dalil pedagang. "Kalau harus membeli dengan harga tinggi maka tidak mungkin untung" demikian jawaban basi yang selalu keluar dari mulut pedagang pengumpul desa.
Oleh sebab itu pemerintah desa harus membuat keputusan untuk menciptakan harga yang adil. Desa Benteng Tawa bisa mewujudkannya dengan mengoptimalkan peran BUMDES. Dengan dukungan penyertaan modal dari Dana Desa dan ADD, BUMDES bisa melakukannya.
Memang pada saat ini BUMDES desa Benteng Tawa baru saja dibentuk tapi melihat peluang tersebut maka BUMDES mesti melakukan hal ini. Langkah tersebut bertujuan untuk menjadikan BUMDES sebagai penyangga harga beras di desa. Sehingga petani beras memperoleh harga yang adil.

Comments

Popular posts from this blog

SDK Rupingmok

SDN Munting

SABANA OLAKILE