PERKAWINAN BEDA AGAMA
Gambar:youtube.com |
Pada
zaman dahulu perkawinan beda agama merupakan sebuah tindakan yang dilarang.
Bahkan hampir semua orangtua tidak mengizinkan hal ini. Bahkan kalaupun hal ini
terjadi maka dikelompokan sebagai sebuah aib yang perlu disembunyikan dari
banyak orang.
Lantas
bagaimanakan perkawinan beda agama pada zaman sekarang. Apakah dipermudah atau
sebaliknya? Bagaimanakan respon orangtua atau masyarkat sekitar baik yang sama
keyakinan maupun berbeda? Apakah mereka menerima itu atau sebaliknya.
Kali
ini saya sengaja menulis hal ini karena soal perkawinan beda agama ini
polemiknya masih terus dibicarahkan pada sampai dengan hari ini. Walaupun kita hidup dalam masyarakat yang dijamin
secara hukum, khusunya berkaitan dengan kebebasan beragama sebagaimana diatur
dalam pasal 28E ayat 1 UUD 1945. Namun karena kita hidup dalam setiap komunitas
dengan tingkat pemahaman danpraktik penerapan yang masih sangat berfariasi maka
penerapan pasal ini masih sangat relative.
Hal
ini juga dialami oleh adik saya. Kebetulan orangtua kami beragama katolik maka anak-anaknya
juga diwariskan agama yang sama. Sama seperti keluarga-keluarga lainnya yang
beragama, kami juga dibesarkan dengan nilai-nilai kekatolikan yang bersifat
universal. Toleransi, menghormati orangtua dan orang lainnya merupakan
serangkaian nilai-nilai yang wajib dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Bahkan kebiasaan baik ini terus kami pertahankan sampai dengan saat ini.
Memasuki
jenjang perkuliahan adik saya mulai jatuh cinta dan membangun sebuah
pertemannan yang sangat dekat dengan seorang teman kampusnya. Sebagai keluarga
kami tentu mendukung saja asalkan masih
dalam batasan yang normal-normal saja. Kebebasan ini kemudian disalahkan oleh
adik sehingga ia sampai mengalami hamil diluar nikah.
Atas
kejadian ini kemudian orangtua bersepakat untuk memanggil keluarga dari pihak
laki-laki untuk segerah mengurus pernikahan. Sampai sekian lama adik laki-laki
tidak merespon hal ini. Hal yang berbeda juga ditunjukan oleh adik perempuan
seolah mereka tidak peduli lagi dengan hal ini. Bahkan mereka kemudian
berencana untuk menyelesaikan hubungan mereka.
Setelah
dicari tahu penyebab hal ini baru diketahui bahwa kedua pasangan muda ini
mencurigai bahwa orangtua dari kedua bela pihak tidak menyetujui perkawinan
beda agama. Tentu saja ini sebuah ketakutan yang tidak beralasan.
Kecurigaan
ini lahir disebabkan oleh mereka tidak terbuka sejak awal. Kalau mereka terbuka
sejak awal maka jalan keluarnya sudah diputuskan sejak awal. Hal ini terbukti
ketika ruang diskusi itu dibuka. Pada dasarnya kedua belah pihak tidak perna
menyolakan mereka mennikah dengan agama apa baik dengan agama katolik yang
merupakan agama adik saya maupun agama islam agama pasangannya.
Justu
yang dikewatirkan oleh keluarga besar adalah masa depan bayi mereka begitupun
masa depan kelurga baru. Akhirnya sah-sah saja perkawinan beda agama asal ada
keterbukaan dari kedua insan yang membina hubungan, begitupun kedua keluarga.
Comments
Post a Comment